jump to navigation

Menjadi Pribadi yang Merdeka November 7, 2006

Posted by dianika wardhani in Catatan Kecil, Curhat, Harapan.
trackback

Jangan pernah tergantung pada orang lain. Bahkan untuk soal yang paling sepele sekalipun. Saya sebenarnya selalu mengajari diri saya tentang hal itu. Tetapi entah mengapa beberapa lama saya seperti terlupa. Saya seolah menikmatinya tetapi satu ketika saya tersadar. Saya ternyata menjadi orang yang demikian tergantung pada seseorang. Celakanya, sekian waktu saya membiarkan itu. Hal yang tidak seharusnya saya lakukan.

Satu sisi, Sabtu kemarin (4/11) dan Minggu (5/11) saya mengisi training di SMA Negeri 1 Jember. Saya iyakan karena saya memang sudah kelewat kangen dengan kota itu. Saya juga ingin silaturahmi dengan beberapa orang di sana. Kebetulan juga adek saya ada di sana. Ibu saya menitipkan sesuatu kepada adek saya. Itu dikatakan saat saya masih di rumah kemarin, saat saya katakan saya ada rencana ke Jember, main-main. Ah, sebenarnya entry pointnya bukan itu.

Dalam training itu saya diserahi materi personality development. Materi yang bukan biasanya. Tetapi nggak apa. Hitung2 nambah track record. Dalam training saya katakan bahwa orang itu harus bisa menjadi motor bagi dirinya sendiri, penerang bagi dirinya sendiri. Teori-teori yang manis. Sharing yang manis. Diskusi panjang tentang menjadi pribadi yang bermakna. Satu sisi, saya tiba-tiba menjadi orang yang demikian tergantung dengan seseorang. Seperti yang saya katakan, saya seperti membiarkan hal itu. Saya sendiri seolah nggak peduli dengan apa yang dikatakan orang. Saya tiba-tiba tergantunng dengan perasaan saya sendiri. Peduli setan dengan pendapat dan persepsi orang. Begitu mungkin yang ada di benak saya beberapa waktu lalu.  Satu sisi, ternyata sikap saya itu membuat orang lain terganggu. Itu terungkap saat saya diskusi panjang dengan rekan saya. Saya nggak bisa lagi objektif, nggak bisa lagi bersikap professional. Saya bukan lagi pribadi yang merdeka. Prestasi saya turun. Dan hal yang menyakitkan lagi, sikap saya telah mengganggu kenyamanan orang. Hal yang selama ini tidak saya perkenankan ada dalam hidup saya. Saya tersentak. Ternyata sejauh itu… Saya telah lupa bahwa saya berada di wilayah yang seharusnya saya juga memikirkan dan menghargai aturan main orang lain.

Satu sisi, saya benar-benar berada di persimpangan. In relationship that really I wanna do, learn to love somebody who care and love me. Jauh. Ia kini Marketing SPV  sebuah perwakilan perusahaan swasta otomotif papan atas nasional di Sidoarjo. Tetapi its too hard. Saya tidak ingin menyia-nyiakannya. Akhirnya saya putuskan untuk mengakhirinya. Semalam. Ada hal lain yang tidak saya lanjutkan, saya berusaha menyayangi seseorang. Tentu dengan cara saya sendiri. Kalau istilah rekan saya yang wartawan Tribun Kaltim (Kelompok Kompas Gramedia – KKG) mencintai dengan cara paling sunyi karena his love to make me stronger. Sayang-nya ia kepada saya membuat saya lebih kuat, membuat saya nyaman dalam melakukan aktivitas. Apa yang saya lakukan, itu hanya sedikit dari apa yang seharusnya. Tetapi, ternyata juga membuat kita nggak merdeka. Menjadi tergantung dengan perasaan itu sendiri. Nggak konsisten dong dengan apa yang dikatakan.  Jadi, jika menyayanginya adalah sebuah kesalahan maka saya akan membenahinya. Saya hanya akan  menjaganya jauh dalam tempat tak bernama.Satu sisi, impian saya tinggal selangkah lagi. Eh salah, masih beberapa langkah. Setidaknya sudah saya mulai. Dengan tim yang ada. Proses pengembangan. Langkah bahwa ide itu milik kami sudah tersosialisasikan, sudah terlewati. Jadi, kalo ada yang mau ambil ide itu, ya telat dong… Nah, impian itu sudah mulai terbangun di tataran realitas. Masak iya, akan saya lewatkan. Nah, alau istilah teman saya, ChikLita, siapa sih orang-orang yang baru kita kenal kok enak saja menghalangi langkah kita. Ya, tiap jengkal langkah itu demikian berarti untuk dilewati. Cerita lainnya boleh ada sekadar jadi pewarna… Tapi kita dan impian tetap aktor utama. Saya ingin tetap menjadi bagian barisan meraih impian itu. Selamat datang kembali! Buat rekan saya, terima kasih untuk remindernya. Meski itu tamparan, tetapi bagi saya itu adalah tanda betapa sayangnya kepada saya (GR banget ya…) Smg Allah membalas kebaikanmu dengan lebih baik lagi. Amin.  

Comments»

1. de epik - November 7, 2006

iihhh…
bahasanya syusyah buangeettt thooo…
jangan bernylempit-nylempit po’o… yang langsung to the point dung…!!!
he..he…
mbak…maapp yah kalo’ pas di jember kemaren dek epik yang mbuat mbak jadi gitu…
minal aidzin wal faidzin lagi deh, yah…
kemaren sih aq ngerasa menjadi orang terjahat dah, nggak ngreken mbake dewe… 😦
maaaapppp banget yah…

tapi, aku setuju kok…
kita gak boleh tergantung ma orang lain…!!!
apa yah ( kemaren sih aku dapet kata2 bagus tapi kok lupa yah…he..he….
Btw, ujianku mbuh2an, gara2nya, aku bobok tok, abis mbak pulang tu.., yah tinggal doanya deh..
lagian rizki kan udah diporsi…
He…he…he…

dah yah…
jangan kapok ke kosan ku ya mbaaakkkkk…
Btw, adekmu yang paling guanteng kok g da kabarnya yah?

2. dianika - November 7, 2006

we lah kok ditelpon kok nggak diangkat

Iya..bener kok memang
kita nggak boleh tergantung pada orang lain
Susah banget ntar klo tergantung pada orang lain

Nggak ada yang salah kok, dek
Pastilah.Klo ke Jember lagi…

Embuh yo, dhe Agas piye kabare??

3. rilefitrajuniawan - November 7, 2006

😕 too confuse. Ternyata isinya tidak seperti yang saya harapkan. Beberapa point sih sudah menyinggung si “lelanangingjagad” tapi disisi lain ternyata masih feminimis. Yah sudahalah yang penting, ngeyel tetep nomer satu :)).

Dadhi wong lanang iku sing wani, wani nrimo resiko ……
Dadhi wong wadon iku sing lembut, lembut koyo’ rinso … :))

4. dianika - November 8, 2006

Ini bukan persoalan perempuan dan laki-laki, Mas
Ini persoalan secara pribadi, bahwa senyampang masih sendiri, kita harus menjadi pribadi yang mandiri, merdeka.

Tentang wani, pemberani, lembut, itu bagi saya nggak pernah lebih dari sekadar doktrin budaya. tetapi sekali lagi itu masalah persepsi. Artinya ada kalanya perempuan itu menjelma menjadi sosok lembut, tetapi ada saatnya perempuan harus menjadi sosok pemberani. Demikian pula sebaliknya.

5. oRiDo - November 23, 2006

jadi diri sendiri..
gak masalah mencoba meniru orang laen untuk pengembangan diri dan belajar dari orang laen, tetapi tetep kembali menjadi diri sendiri..

semua kembali pada diri sendiri..

tetep jaga ukhuwah islamiyah..

6. petcil - April 27, 2007

Dian…….
Aku tidak tau, ini komentar atau sekedar gumaman. Tapi yang pasti, aku merasa tergelitik setelah membaca tulisanmu tentang pribadi yang merdeka. Kadang kita sendiri masih remang-remang atau tidak jelas mendefinisikan arti kata merdeka. Padahal ada pendapat yang membagi kemerdekaan kedalam dua kategori yaitu “Merdeka Untuk” dan “Merdeka dari” atau “Merdeka dari agar bisa merealisasikan Merdeka Untuk”
Ada baiknya jika kita meneliti dulu kategori merdeka seperti apa yang kita harapkan. Baru dari situ kita dapat lebih mudah merealisasikan apa yang kita yakini sebagai kemerdekaan.
Satu hal yang pasti “Bahwa kita selalu menjadi tawanan dari keadaan kita”. Keadaan yang saya maksud adalah ruang dimana kita berada yang meliputi ruang kesadaran, sosial perasaan atau apalah namanya yang menjadi subyektifitas kita. Dan yang pasti juga kita tidak dapat menjalani atau berada “pada ruang yang berbeda atau bertentangan dalam satau waktu yang bersamaan “

7. petcil - April 27, 2007

Ada yang masih terlupa saya sampaikan disini,
Bahwa dunia ini selalu diliputi atau dijalankan dengan tata hukum kausalitas daalm keseimbangannya. Untuk sebuah akibat selalu saja menuntut sebuah sebab yang sepadan. Demikain juga dengan kemerdekaan,dia akan selalu meniscayakan konsekwensi/biaya yang setimpal/sebanding dengan dirinya.

Salam kenal
Sukses selalu

8. dianika - April 27, 2007

Hemm…analisis yang bagus. Yang pasti saya percaya bahwa segala sesuatu akan mengakibatkan sesuatu dan terus berikutnya. Saya sepakat bahwa kita selalu akan menjalani sebuah konsekuensi atas apa yang kita lakukan sebelumnya. Tentunya hal itu harus benar2 kita perhitungkan. Akan tetapi, jangan lupa, ada kekuatan mahadahsyat di luar kita yang akan mengirimkan sebuah konsekuensi.

Dan tentunya juga kita mesti siap2 seringkali konsekuensi itu nggak seseuai dengan perhitungan kita. Nggak boleh dong kita frustrasi dlm hal ini. Satu yang msti kita yakin, itu smua yang TERBAIK buat kita, meski lama atau karena kita kelewat males dan keduluan patah hati untuk memahaminya.


Leave a reply to dianika Cancel reply